Investor yang tertarik untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia pada tahun 2024 akan memiliki lebih banyak pilihan emiten yang dapat dipilih. Pasalnya, pada awal Januari 2024, Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menyambut tujuh emiten baru yang berasal dari enam sektor berbeda. Ketujuh emiten tersebut memiliki profil bisnis, kinerja, dan prospek yang menarik untuk dikaji lebih lanjut.
Dalam artikel ini, kami akan memberikan ringkasan singkat tentang tujuh calon emiten baru tersebut, termasuk penawaran, potensi dana, penggunaan dana, waran, dan penjamin emisi mereka. Kami juga akan memberikan tabel perbandingan untuk memudahkan Anda melihat informasi tersebut secara sekaligus.
Selamat membaca!
Pada bulan Januari 2024, BEI akan kedatangan tujuh emiten baru dari enam sektor berbeda, yaitu kontraktor umum, jasa konstruksi, distribusi gas alam, industri perekat, industri tekstil non-woven, dan pertambangan bijih nikel.
Ketujuh emiten tersebut adalah Asri Karya Lestari ($ASLI), Manggung Polahraya ($MANG), Citra Nusantara Gemilang ($CGAS), Samcro Hyosung Adilestari ($ACRO), Multi Spunindo Jaya ($MSJA), Adhi Kartiko Pratama ($NICE), dan Sinergi Multi Lestarindo ($SMLE). Mereka memiliki profil, penawaran, potensi dana, penggunaan dana, waran, dan penjamin emisi yang berbeda-beda.
Berikut adalah tabel yang menampilkan informasi tersebut secara singkat:
Emiten | Sektor | Penawaran | Potensi Dana | Penggunaan Dana | Waran | Penjamin Emisi |
---|---|---|---|---|---|---|
ASLI | Kontraktor umum | 1,25 miliar lembar (20%) saham, harga 100–130 rupiah per lembar | Maksimal 162,5 miliar rupiah | 50,79% untuk modal anak perusahaan dan 49,21% untuk modal kerja perseroan | Tidak ada | NH Korindo Sekuritas |
MANG | Jasa konstruksi | 762,5 juta lembar (20%) saham, harga 90–110 rupiah per lembar | Maksimum 83,9 miliar rupiah | 100% untuk modal kerja perseroan | Rasio 10:3 | Panca Global Sekuritas |
CGAS | Distribusi gas alam | 531,4 juta lembar (30%) saham, harga 284–338 rupiah per lembar | Maksimum 179,6 miliar rupiah | 90% untuk pembangunan LNG Station (Natural Gas) dan 10% untuk modal kerja perseroan | Rasio 2:1 | Pilarmas Investindo Sekuritas |
ACRO | Industri perekat | 694 juta lembar (20%) saham, harga 103–108 rupiah per lembar | Maksimum 74,9 miliar rupiah | 30% untuk pembelian mesin, 10% untuk pembayaran utang, 15% untuk sewa gudang, pembelian kendaraan operasional, dan peralatan gudang/kantor di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan 45% untuk modal kerja perseroan | Rasio 3:1 | UOB Kay Hian Sekuritas |
MSJA | Industri tekstil non-woven | 882,4 juta lembar (15%) saham, harga 250–350 rupiah | Maksimum 308,8 miliar rupiah | 40% untuk belanja modal pembelian mesin SAP Sheet dan pembangunan gedung pabrik, 30% untuk modal kerja perseroan, dan 30% untuk pembayaran utang bank | Tidak ada | BRI Danareksa Sekuritas dan Reliance Sekuritas Indonesia |
NICE | Pertambangan bijih nikel | 1,2 miliar lembar (20%) saham existing, harga 430–540 rupiah | Maksimum 644,7 miliar rupiah | Tidak ada, karena IPO berbentuk divestasi pengendali | Tidak ada | KB Valbury Sekuritas, Trimegah Sekuritas Indonesia, dan UOB Kay Hian Sekuritas |
SMLE | Industri bahan baku | 465,62 juta lembar (20%) saham, harga 175–190 rupiah per lembar | Maksimum 88,45 miliar rupiah | 100% untuk modal kerja perseroan | Rasio 12,50% | Sinarmas Sekuritas |
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa emiten dengan potensi dana terbesar adalah NICE, yang merupakan perusahaan pertambangan bijih nikel. Emiten dengan potensi dana terkecil adalah ACRO, yang merupakan produsen perekat velcro dan webbing tape.
Emiten dengan waran terbanyak adalah SMLE, yang merupakan perusahaan industri bahan baku. Emiten tanpa waran adalah ASLI, MSJA, dan NICE. Emiten dengan penjamin emisi tunggal adalah ASLI, MANG, CGAS, dan ACRO. Emiten dengan penjamin emisi ganda adalah MSJA. Emiten dengan penjamin emisi tiga adalah NICE.
Berdasarkan data yang dikutip dari stockbit.com (stockbit sekuritas), berikut update kinerja ketujuh calon emiten BEI:
Berikut ini adalah urutan emiten dengan pertumbuhan laba bersih tahunan (YoY) tertinggi per 6M23:
-
ACRO: +141%
-
MANG: +109,4%
-
MSJA: +68%
-
SMLE: +65,3%
-
ASLI: +22,4%
-
CGAS: -22,5%
-
NICE: -48,1%
Sementara itu, berikut adalah urutan emiten dengan P/E (TTM) termurah:
-
MSJA: 16,4x–23x
-
ASLI: 28,8x–37,5x
-
NICE: 36,7x–45,2x
-
CGAS: 49,8x–59,3x
-
MANG: 57,7x–70,5x
-
SMLE: 59,5x–64,6x
-
ACRO: 72,7x–76,3x
Kesimpulan:
Dari data yang disajikan, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara pertumbuhan laba bersih dan rasio P/E dari tujuh calon emiten baru. Emiten dengan pertumbuhan laba bersih tertinggi adalah ACRO, yang merupakan produsen perekat velcro dan webbing tape. Namun, emiten ini juga memiliki rasio P/E termahal, yang menunjukkan bahwa sahamnya dinilai cukup tinggi oleh pasar.
Emiten dengan pertumbuhan laba bersih terendah adalah NICE, yang merupakan perusahaan pertambangan bijih nikel. Namun, emiten ini juga memiliki rasio P/E termurah, yang menunjukkan bahwa sahamnya dinilai cukup rendah oleh pasar. Emiten dengan rasio P/E terendah kedua adalah ASLI, yang merupakan kontraktor umum dan penyewaan mesin serta alat berat.
Emiten ini memiliki pertumbuhan laba bersih yang positif, meskipun tidak sebesar emiten lainnya. Emiten dengan rasio P/E tertinggi kedua adalah SMLE, yang merupakan perusahaan industri bahan baku. Emiten ini memiliki pertumbuhan laba bersih yang cukup tinggi, namun juga memiliki waran yang cukup banyak. Emiten lainnya, yaitu MANG, CGAS, dan MSJA, memiliki pertumbuhan laba bersih dan rasio P/E yang berada di tengah-tengah.
Dari kesimpulan di atas, dapat ditarik beberapa implikasi bagi investor yang tertarik untuk berinvestasi di tujuh calon emiten baru tersebut.
Pertama, investor harus mempertimbangkan faktor-faktor lain selain pertumbuhan laba bersih dan rasio P/E, seperti prospek bisnis, kinerja historis, risiko, dan peluang pasar.
Kedua, investor harus membandingkan antara harga penawaran dan nilai wajar saham, untuk mengetahui apakah saham tersebut overvalued, undervalued, atau fair valued.
Ketiga, investor harus memperhatikan adanya waran, yang merupakan hak untuk membeli saham tambahan di masa depan dengan harga yang telah ditentukan. Waran dapat memberikan keuntungan bagi investor jika harga saham naik, namun juga dapat menyebabkan dilusi bagi pemegang saham lama jika harga saham turun.
Keempat, investor harus memilih emiten yang sesuai dengan profil risiko dan preferensi mereka, baik dari segi sektor, ukuran, maupun kualitas.