Apa Itu Risiko Sistematis dan Risiko Tidak Sistematis dalam Investasi, Bagaimana Mengatasinya?

risiko sistematis

Pada artikel singkat ini kita akan melanjutkan pembahasan sebelumnya tentang risiko tidak sistematis dan Sistematis dalam Investasi. Apa itu risiko tidak sistematis dan risiko sistematis, dan bagaimana mengatasinya dalam investasi, simak pembahasan selengkapnya ya..

O iya, sebelumnya kita juga pernah bahas apa itu return ekpektasian (expected return) dan bagaimana menghitungnya, cek juga ya.

Sedikit berbeda dari sebelumnya, karena kita gak akan bahas cara hitung return, melainkan konsep dari risiko (risk) dalam investasi. Nah, sudah siap dengan pembahasan ini, yuk kita mulai

Daftar isi

Definisi Risiko

Risiko investasi adalah kondisi dimana investor berpotensi mengalami kerugian dari aktivitas investasi. Dengan kata lain, keuntungan atau imbal hasil yang diharapkan dari investasi tidak sesuai.

Dalam hal investasi, risiko suatu investasi pada umumnya berbanding lurus dengan imbal hasil investasi. Jadi sangat tidak masuk akal jika returnnya tinggi sementara tidak ada risiko, hati-hati bisa jadi itu investasi bodong ya gaes.

 

Risiko Sistematis dan Tidak Sistematis

Dalam dunia investasi (finance) dikenal 2 risiko yaitu risiko tidak sistematis dan risiko sistematis. Risiko tidak sistematis berasal dari faktor mikro ekonomi seperti mogok kerja dari buruh,  terjadinya merger suatu perusahaan yang lebih besar atau bahkan antar perusahaan yang kecil, kasus hukum dari supllier dan penelitian yang gagal dilakukan oleh entitas bisnis. Risiko tidak sistematis bisa dihindari dengan dua cara diversifikasi investasi dan investor bisa memindahkan aset atau investasinya sesuai dengan harapannya.

Sedangkan risiko sistematis lebih banyak berasal dari faktor makro ekonomi. Sederhananya, resiko sistematis merupakan resiko yang tidak dapat dihindari yang biasanya faktor makro ekonomi seperti inflasi, fluktuasi kurs mata uang asing, penurunan atau kenaikan suku bunga dan terjadinya resiko pasar.

Resiko sistematis tidak bisa diatasi dengan didiversifikasi, tidak juga bisa melakukan asset allocation, dan tidak mampu diprediksi oleh investor, contohnya invasi Rusia ke Ukraina yang sempat membuat heboh pasar modal di Indonesia, meskipun hanya terjadi jangka pendek.

Baca juga  Apa Itu Prospektus? Gambaran Umum: Contoh, Fungsi, dan Cara Membacanya

Umumnya, pengukuran risiko sistematis dengan Beta (β). Nah, Beta (β) merupakan symbol yang diberikan untuk menilai sensitifitas pergerakan harga saham atau volatilitas suatu emiten/saham terhadap market.

Baca juga: 4 Instrumen Investasi Pilihan Tepat bagi Pemula.

 

Beta Saham untuk mengukur Risiko Tidak Sistematis

Sederhananya, beta menjadi tolak ukur suatu saham terhadap pasar, sejauh mana saham merespon pergerakan market dapat diukur dengan beta saham.

Beta saham juga merpakan salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh investor, dimana investor tersebut memilih aset/saham tersebut atau tidak memilihnya.

Seperti dijelaskan diawal bahwa Resiko sistematis memang tidak bisa dihindari atau dihilangkan atau bahkan tidak bisa hilang, namun bisa diminimalkan dengan pemilihan saham sesuai nilai beta suatu saham. Berikut beberapa kriteria dari beta.

Dimana, Beta (β) kurang dari 0 memiliki makna bahwa saham tersebut bergerak berlawanan dengan market. Dengan kata lain, jika market turun saham cenderung naik.

Kemudian, nilai Beta (β) 0 berarti saham tidak berkorelasi dengan market. Artinya, saham tidak merespon pasar meskipun keadaan pasar cenderung fluktuatif.

Sedangkan nilai Beta (β) diantara 0-1 berarti saham terebut bergerak searah market dan tidak terlalu rentan. Hal ini menandakan bahwa saham tidak teralalu fluktuatif atau cenderung konservatif.

Sementara Beta (β) 1 berarti saham bergerak searah dengan market dan mempunyai volatility yang sama dengan market. Yang maknanya, jika market sedang bulish (naik) maka saham naik dengan nilai kenaikan yang sama dengan return market, demikian sebaliknya.

Terakhir, nilai Beta (β) diatas 1 berarti saham bergerak searah dengan market dan memiliki sensitifitas/volatility yang lebih besar dari market. Dengan kata lain, jika market sedang bullish maka saham cenderung meningkat melebihi return market demikian sebaliknya, tentu ini juga memiliki risiko yang tinggi karena pergerakannya liar atau volatile.

Baca juga  Apa itu Literasi Keuangan dan Bagaimana Strategi Mencapainya?

Dengan demikian, Beta merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan apakah pemilihan saham sudah sesuai dengan tujuan investasi.

Baca juga: Tips Investasi Properti bagi Pemula.

 

Tips Mengelola Risiko Investasi dengan Diversifikasi Aset

Diversifikasi model Markowits

Manfaat diversifikasi aset, menurut teori investasi model Markowitz, salah satu cara untuk menghindari risiko tidak sistematis adalah dengan Diversifikasi Aset.

Sebelumnya telah ditunjukan bahwa dengan menggunakan mean-varaince dari Markowittz, sekuritas-sekuritas yagn mempunyai korelasi lebih kecil dari +1 akan menurunkan risiko portofolio.

Semakin banyak sekuritas yang dimasukan kedalam portofolio maka risiko portofolio akan semakin kecil. Dengan menggunakan metode Markowitz, diversifiksi dapat dibuktikan secara matematis.

Misalnya terdapat n sekuritas di dalam portofolio dengan proporsi yang sama untuk masing masing sekuritas sebesar wi besarnya Wi adalah 1/n (misalnya n adalah 4 sekuritas maka proporsi tiap sekuritas adalah ¼ atau sebesarr 25%.

Apabila koefisien korelasi makin kecil, maka risiko portofolio juga semakin kecil sehingga manfaat pembentukan portofolio semakin besar.

Varians portofolio dua aset bisa dinotasikan sbb: σ2 p = x1 2 σ1 2 + X2 2 σ2 2 + 2 (X1.X2 . ρ12 . σ1 σ2). Artinya, sebelum ρ12 mencapai angka (+1) maka diversifikasi tetap dapat memberikan manfaat, dengan kata lain efek diversifikasi kemungkinan besar dapat selalu memberikan manfaat karena korelasi antar 2 aset atau lebih sangat jarang yang sama dengan satu atau (-1).

Diversifikasi Banyak Aset

Diversifikasi model lain yaitu Diversifikasi banyak aset, mengikuti hukum statistika bahwa semakin besar ukuran sampel, semakin dekat nilai rata-rata sampel dengan nilai ekspektasian dari populasi. Hukum ini disebut dengan hukum jumlah besar (law of large numbers).

Asumsi yang digunakan aadalah bahwa tingkat hasil (return) untuk masing2 sekuritas secara statistik adalah independen. Ini berarti bahwa rate of return untuk satu sekuritas tidak terpengaruhi oleh rate of return sekuritas lainnya.

Baca juga  Delisting: Pengertian, Cara Kerja dan Cara Menghindarinya?

Dengan asumsi ini deviasi standar yagn mewakili risiko dan portofolio dapat dituliskan dengan persamaan berikut Op = Oi / Vn. Dari rumus tersebut diatas kbahwa risiko portofolio akan menurun dengan cepat dengan semakin besarnya jumlah sekuritas (n).

Misalnya suatu portofolio berisi 100 buah sekuritas yang mempunya stadr deviasi yagn sama yaitu sebesa 0,25 untuk tiap sekuritas. Risiko portofolio adalah sebesar Op = 0,25/V100 = 0,025 atau 2,5%. Semakin banyak sekuritas yang masuk maka semakin kecil risiko portofolionya.

Baca juga: Apa itu Profil Risiko?

 

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa jelas terdapat perbedaan dari risiko sistematis dan tidak sistematis. Risiko sistematis berasal dari faktor makro yang berada diluar kendali investor, tidak dapat diminimalisir dengan diversifikasi aset, namun dapat diukur dengan koefisien beta. Sedangkan risiko tidak sistematis dapat diminimalisir dengan diversifikasi atau bahkan mengalihkan aset sesuai keinginan investor.

Nah, demikian pembahasan ini, jika menemukan lebih atau manfaat silahkan rekomendasikan ke teman-teman Anda. Sekiranya ada yang kurang saya minta maaf dan jika ada yang bisa dikonfirmasi atau berkiskusi silahkan sampaikan di kolom komentar, sampai bertemu pada artikel berikutnya.

Iklan

Melalui buku ini, Anda akan belajar bagaimana Membangun kekayaan Melalui Investasi.

One Reply to “Apa Itu Risiko Sistematis dan Risiko Tidak Sistematis dalam Investasi, Bagaimana Mengatasinya?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *