Kamu tentu pernah merasa tidak adil dengan perlakuan yang Kamu terima di tempat kerja. Mungkin Kamu merasa tidak dihargai, tidak diperhatikan, tidak diberi kesempatan, atau tidak diberi kompensasi yang sesuai dengan kontribusi Kamu. Perasaan tidak adil ini bisa menimbulkan dampak negatif bagi Kamu, seperti stres, frustrasi, marah, atau bahkan putus asa. Perasaan tidak adil ini juga bisa menurunkan kinerja, motivasi, loyalitas, dan komitmen Kamu terhadap organisasi.
Sebaliknya, Kamu tentu pernah merasa adil dengan perlakuan yang Kamu terima di tempat kerja. Mungkin Kamu merasa dihormati, diakui, diberdayakan, atau diberi imbalan yang sesuai dengan usaha Kamu. Perasaan adil ini bisa menimbulkan dampak positif bagi Kamu, seperti puas, bahagia, percaya diri, atau bahkan bersemangat. Perasaan adil ini juga bisa meningkatkan kinerja, motivasi, loyalitas, dan komitmen Kamu terhadap organisasi.
Dari dua contoh di atas, Kamu bisa melihat bahwa keadilan adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi perilaku dan sikap karyawan di tempat kerja. Keadilan adalah suatu kondisi di mana setiap orang mendapatkan apa yang menjadi haknya, sesuai dengan norma, nilai, dan harapan yang berlaku. Keadilan juga merupakan suatu persepsi atau penilaian subjektif yang dibentuk oleh karyawan terhadap perlakuan yang mereka terima dari organisasi.
Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa teori keadilan yang berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia, yaitu: Teori Keadilan Distributif, Teori Keadilan Prosedural, Teori Keadilan Interaksional, Teori Keadilan Organisasional, Teori Keadilan Restoratif
Selain itu, pembahasan tentang implikasi dari teori-teori keadilan tersebut dalam praktik manajemen sumber daya manusia, seperti Rekrutmen dan Seleksi, Pelatihan dan Pengembangan, Penilaian Kinerja, Penghargaan dan Kompensasi, Hubungan Industrial.
Sebelum lanjut, yuk kita simak pesan-pesan berikut ini….cekidot
Daftar isi
Teori Keadilan Distributif
Teori keadilan distributif dikembangkan oleh John Rawls pada tahun 1971. Teori ini mengatakan bahwa keadilan distributif adalah keadilan yang berhubungan dengan distribusi hasil, imbalan, atau sumber daya yang diperoleh oleh karyawan dari organisasi. Keadilan distributif bisa dicapai jika distribusi tersebut sesuai dengan proporsi kontribusi, usaha, atau kualifikasi yang dimiliki oleh karyawan.
Dalam manajemen sumber daya manusia, keadilan distributif bisa diterapkan dalam hal penghargaan dan kompensasi. Penghargaan dan kompensasi adalah bentuk pengakuan dan pengganti yang diberikan oleh organisasi kepada karyawan atas kinerja, prestasi, atau kompetensi mereka. Penghargaan dan kompensasi bisa berupa uang, barang, jasa, atau pengalaman yang bernilai bagi karyawan.
Untuk menciptakan keadilan distributif dalam penghargaan dan kompensasi, organisasi harus mempertimbangkan beberapa hal, seperti:
- Menetapkan kriteria dan stkamur yang jelas, objektif, dan transparan untuk menentukan kinerja, prestasi, atau kompetensi karyawan.
- Menggunakan metode dan alat yang valid, reliabel, dan akurat untuk mengukur kinerja, prestasi, atau kompetensi karyawan.
- Memberikan umpan balik yang konstruktif, tepat waktu, dan konsisten kepada karyawan tentang kinerja, prestasi, atau kompetensi mereka.
- Menyesuaikan penghargaan dan kompensasi dengan tingkat kinerja, prestasi, atau kompetensi karyawan, serta dengan kondisi pasar dan industri.
- Mengkomunikasikan dan menjelaskan secara terbuka dan jujur tentang proses dan hasil penghargaan dan kompensasi kepada karyawan.
Teori Keadilan Prosedural
Teori keadilan prosedural dikembangkan oleh John Thibaut dan Laurens Walker pada tahun 1975. Teori ini mengatakan bahwa keadilan prosedural adalah keadilan yang berhubungan dengan proses, metode, atau mekanisme yang digunakan oleh organisasi untuk membuat keputusan, menetapkan aturan, atau menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan karyawan. Keadilan prosedural bisa dicapai jika proses tersebut adil, konsisten, netral, akuntabel, dan partisipatif.
Dalam manajemen SDM, keadilan prosedural bisa diterapkan dalam hal rekrutmen dan seleksi, penilaian kinerja, dan hubungan industrial. Rekrutmen dan seleksi adalah proses untuk mencari, menarik, dan memilih kandidat yang potensial dan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Penilaian kinerja adalah proses untuk mengevaluasi dan mengembangkan kinerja, potensi, dan kebutuhan karyawan. Hubungan industrial adalah proses untuk mengatur dan menyeimbangkan hubungan antara organisasi, karyawan, dan serikat pekerja.
Untuk menciptakannya dalam rekrutmen dan seleksi, penilaian kinerja, dan hubungan industrial, organisasi harus mempertimbangkan beberapa hal, seperti:
- Menyusun dan menerapkan prosedur yang jelas, objektif, dan transparan untuk melakukan rekrutmen dan seleksi, penilaian kinerja, dan hubungan industrial.
- Menggunakan kriteria dan stkamur yang relevan, adil, dan tidak diskriminatif untuk menilai kandidat, karyawan, atau serikat pekerja.
- Memberikan kesempatan yang sama dan adil kepada kandidat, karyawan, atau serikat pekerja untuk menyampaikan penbisa, informasi, atau keluhan mereka.
- Melibatkan kandidat, karyawan, atau serikat pekerja dalam proses pengambilan keputusan, penetapan aturan, atau penyelesaian konflik.
- Menjaga kerahasiaan, kejujuran, dan konsistensi dalam proses rekrutmen dan seleksi, penilaian kinerja, dan hubungan industrial.
Teori Keadilan Interaksional
Teori keadilan interaksional dikembangkan oleh Robert Folger dan Russell Cropanzano pada tahun 1998. Teori ini mengatakan bahwa keadilan interaksional adalah keadilan yang berhubungan dengan perilaku, sikap, atau komunikasi yang ditunjukkan oleh organisasi atau atasan kepada karyawan dalam konteks hubungan kerja. Keadilan interaksional bisa dicapai jika perilaku, sikap, atau komunikasi tersebut sopan, hormat, empati, dan informatif.
Dalam manajemen sumber daya manusia, keadilan interaksional bisa diterapkan dalam hal pelatihan dan pengembangan. Pelatihan dan pengembangan adalah proses untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap karyawan agar bisa meningkatkan kinerja dan karier mereka. Pelatihan dan pengembangan bisa berupa program, kursus, seminar, workshop, mentoring, coaching, atau konseling yang diselenggarakan oleh organisasi atau atasan.
Untuk menciptakannya dalam pelatihan dan pengembangan, organisasi atau atasan harus mempertimbangkan beberapa hal, seperti:
- Menyelaraskan tujuan, isi, dan metode pelatihan dan pengembangan dengan kebutuhan, minat, dan harapan karyawan.
- Memberikan dukungan, bimbingan, dan sumber daya yang cukup kepada karyawan untuk mengikuti pelatihan dan pengembangan.
- Memberikan umpan balik yang positif, konstruktif, dan motivasional kepada karyawan tentang hasil dan dampak pelatihan dan pengembangan.
- Menghargai, mengakui, dan mengapresiasi usaha dan prestasi karyawan yang telah mengikuti pelatihan dan pengembangan.
- Mengkomunikasikan dan menjalin hubungan yang baik, ramah, dan profesional dengan karyawan sebelum, selama, dan sesudah pelatihan dan pengembangan.
Teori Keadilan Organisasional
Teori keadilan organisasional dikembangkan oleh Jerald Greenberg pada tahun 1990. Teori ini mengatakan bahwa keadilan organisasional adalah keadilan yang berhubungan dengan persepsi karyawan terhadap tingkat keadilan yang ada di seluruh aspek organisasi, seperti visi, misi, nilai, budaya, struktur, sistem, dan proses.
Keadilan organisasional bisa dicapai jika organisasi mampu menciptakan dan mempertahankan iklim keadilan yang tinggi, yaitu iklim di mana karyawan merasa bahwa organisasi peduli, menghormati, dan menghargai hak dan kesejahteraan mereka.
Dalam manajemen sumber daya manusia, keadilan organisasional bisa diterapkan dalam hal semua aspek yang berkaitan dengan karyawan, seperti rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan pengembangan, penilaian kinerja, penghargaan dan kompensasi, dan hubungan industrial.
Keadilan organisasional bisa mempengaruhi perilaku dan sikap karyawan terhadap organisasi, seperti keterlibatan, komitmen, kepercayaan, loyalitas, kewarganegaraan, dan kinerja.
Untuk menciptakannya, organisasi wajib mempertimbangkan beberapa hal, seperti:
- Menyusun dan menyampaikan visi, misi, nilai, budaya, struktur, sistem, dan proses organisasi yang jelas, konsisten, dan transparan kepada karyawan.
- Menerapkan prinsip-prinsip keadilan distributif, prosedural, dan interaksional dalam semua aspek manajemen sumber daya manusia.
- Mendorong dan memfasilitasi partisipasi, komunikasi, dan kolaborasi karyawan dalam pengambilan keputusan, penetapan aturan, atau penyelesaian konflik yang berkaitan dengan organisasi.
- Memberikan dukungan, sumber daya, dan peluang yang cukup kepada karyawan untuk mengembangkan diri dan berkontribusi bagi organisasi.
- Mengakui, menghargai, dan menghormati keragaman, individualitas, dan hak asasi karyawan.
Teori Keadilan Restoratif
Teori keadilan restoratif dikembangkan oleh Howard Zehr pada tahun 1990. Teori ini mengatakan bahwa keadilan restoratif adalah keadilan yang berhubungan dengan pemulihan, perbaikan, atau rekonsiliasi hubungan yang rusak atau terganggu akibat adanya pelanggaran, kesalahan, atau ketidakadilan yang dialami oleh karyawan dari organisasi atau pihak lain. Keadilan restoratif bisa dicapai jika pelaku, korban, dan komunitas terlibat dalam proses dialog, mediasi, atau negosiasi untuk menemukan solusi yang adil, damai, dan bermakna.
Dalam manajemen sumber daya manusia, keadilan restoratif bisa diterapkan dalam hal penyelesaian konflik, masalah, atau keluhan yang dialami oleh karyawan, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Konflik, masalah, atau keluhan bisa berupa perselisihan, diskriminasi, pelecehan, kekerasan, atau pelanggaran hak karyawan.
Untuk menciptakannya, organisasi wajib mempertimbangkan beberapa hal, seperti:
- Menyediakan dan mengakses saluran, mekanisme, atau fasilitas yang mudah, cepat, dan aman untuk karyawan melaporkan, mengadukan, atau mengeluhkan konflik, masalah, atau keluhan yang mereka alami.
- Menunjuk dan melatih mediator, fasilitator, atau negosiator yang kompeten, netral, dan profesional untuk menangani konflik, masalah, atau keluhan karyawan.
- Mengundang dan melibatkan pelaku, korban, dan komunitas yang terkait dalam proses dialog, mediasi, atau negosiasi untuk mencari pemahaman, pengakuan, permintaan maaf, atau kompensasi yang sesuai.
- Mengawasi dan memastikan bahwa solusi yang disepakati oleh pelaku, korban, dan komunitas dilaksanakan dengan baik, adil, dan bertanggung jawab.
- Mengevaluasi dan memantau dampak dan hasil dari proses keadilan restoratif bagi pelaku, korban, dan komunitas.
Kesimpulan
Keadilan dipercaya sebagai salah satu faktor penting yang mempengaruhi perilaku dan sikap karyawan di tempat kerja. Keadilan adalah suatu kondisi di mana setiap orang menbisakan apa yang menjadi haknya, sesuai dengan norma, nilai, dan harapan yang berlaku. Keadilan juga merupakan suatu persepsi atau penilaian subjektif yang dibentuk oleh karyawan terhadap perlakuan yang mereka terima dari organisasi.
Dalam artikel diatas, kita sudah membahas beberapa teori keadilan yang berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia, yaitu teori keadilan distributif, teori keadilan prosedural, teori keadilan interaksional, teori keadilan organisasional, dan teori keadilan restoratif. Kita juga sudah membahas implikasi dari teori-teori keadilan tersebut dalam praktik manajemen sumber daya manusia, yaitu rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan pengembangan, penilaian kinerja, penghargaan dan kompensasi, dan hubungan industrial.
Dengan memahami dan menerapkan hal ini, kita bisa menciptakan dan mempertahankan iklim keadilan yang tinggi di tempat kerja, yang bisa meningkatkan kinerja, motivasi, loyalitas, dan komitmen karyawan terhadap organisasi. Dengan demikian, kita bisa mencapai tujuan, visi, dan misi organisasi secara efektif dan efisien.