Ubahlah pola pikirmu sebelum kamu mengubah hidupmu. Ya, kalimat ini mungkin sangat indah dan terdengar begitu mudah, namun faktanya sangat sulit dilakukan. Tapi saya tidak katakan itu mustahil, karena sulit bukan berarti mustahil, asalkan kita mau mencoba dan berusaha.
Hidup dengan keyakinan juga akan membantu kita dalam meraih apa yang kita impikan, alih-alih menyerah pada keadaan, kita justru semakin yakin bisa melakukannya. Kuncinya tanamkan dalam pikiran “aku bisa” atau “saya akan melakukannya” dan ini akan membantu Anda dalam berbagai hal.
Sejujurnya topik ini sudah sangat sering dibahas, baik dalam sejumlah tulisan maupun video youtube. Namun hal ini tentu saja tetap menarik untuk dibahas, karena selain topik ini paling banyak dicari, tentu saja sangat berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam bertahan ditengah kesulitan yang dihadapi.
Karena bagaimanapun, setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, namun dari situ pula kita bisa melihat seberapa penting kemampuan bertahan dalam menghadapi kesulitan ini dibutuhkan. Karena bagaimanapun, kesulitan (saya menyebutnya masalah) akan selalu ada selama kita hidup, so yang perlu kita lakukan adalah bukan menghindari melainkan menghadapi dan menemukan solusi.
Tetapi masalahnya, ditengah gempuran informasi yang sangat masif, kita semakin dihadapkan pada distraksi atau pengalihan fokus perhatian. Akibatnya, kita seringkali gagal paham dan gagal fokus pada tujuan awal kita. Hasilnya, kita hanya bisa bermimpi, tetapi setelah itu kita kehilangan kendali atas diri kita.
Untuk membahas hal ini, saya akan mencoba untuk menguraikan ceritanya berdasarkan apa yang saya rasakan dan memadukan dengan beberapa referensi, jadi pastikan Anda mengikuti hingga akhir dan selamat membaca.
Mindfulness dan Kekuatan Kesadaran
Dalam bukunya yang sederhana, Sony Adam 2022, mengungkapkan hal yang sangat bagus menurut saya, dimana ketika kita sedang galau akibat kesibukan dan pekerjaan, kita gampang stres dan cenderung menghindari masalah.
Tidur atau berlibur keluar memang bisa bikin kita melupakan stres sayangnya itu hanya sejenak dan ketika kita bangun lagi kita malah kembali ke pasal 1 yaitu galau. Maka banyak orang mulai melakukan hal berbeda dan timbullah praktek yang dilakukan para praktisi spiritual yaitu Mindfulness.
Sebenarnya apa sih mindfulness itu?
Mindfulness itu merupakan sumber energi yang bikin kita paham tentang kondisi kebahagiaan yang telah ada dalam hidup kita. Dengan demikian kita gak perlu menunggu 10 hingga 20 tahun agar dapat mengalami kebahagiaan. Banyak dari kita hidup tetapi tidak menyadari bahwa nafas kita sangat penting bagi kita. Tetapi ketika kita mengetahui perhatian dan pernafasan, kita menjadi sadar akan nafas kita dan memasuki keajaiban hidup.Jadi perhatian penuh pada dasarnya adalah sumber kebahagiaan dan kegembiraan.
Kebanyakan orang sangat mudah lupa apalagi di era perubahan yang sangat cepat. Terkadang kita merasa tidak memiliki waktu yang cukup, gak terasa ya udah sore aja, rasanya baru tadi pagi.
Pikiran cenderung dipenuhi rasa kekhawatiran, ketakutan, kemarahan, serta penyesalan. Kadangkala mereka tidak menyadari bahwa mereka ada di sana. Kondisi ini disebut “terlupakan” artinya Anda berada disana, tetapi rasanya Anda tidak ada di sana. Anda terjebak diantara masa lalu dan masa depan. Anda menjalani hidup secara mendalam alih-alih berada di saat ini. Ini adalah “kelupaan” (Han, 2010).
Singkatnya, mindfulness gak butuh biaya mahal dan gak rumit, karena sudah tersedia dimana-mana. Jadi kapanpun kamu bisa menemukannya.
Jadi sebenarnya apa mindfulness itu? Ya, itu adalah Kesadaran. Kesadaran untuk berhenti sejenak mungkin 2-5 detik, sebelum kita mengambil keputusan penting (genting). Misal, kita dihadapkan pada pilihan menonton film terbaru atau mengikuti seminar.
Intinya sih, kita perlu berpikir secara sadar sebelum bertindak, karena ketika kita sudah bertindak dan ternyata hal itu merugikan, maka kita tidak bisa mengulang (undo).
Ingat ya, ini era digital ketika Anda pencet tombol share maka itu langsung terekam dalam jejak digital. Jadi penting banget untuk memiliki kesadaran atau mindfulness.
Penggunaan Internet vs Optimisme
Wikipedia menguraikan optimisme sebagai paham atau keyakinan bahwa segala sesuatu akan baik dan menyenangkan serta sikap akan adanya harapan baik dalam segala hal.
Sederhananya, hal ini bisa dilihat dari cara seseorang dalam memandang sebuah peristiwa serta penyebab terjadinya peristiwa tersebut. Cara seseorang dalam memandang peristiwa akan menjadi sebuah kebiasaan sehingga dapat menjelaskan kepada dirinya sendiri mengapa hal itu dapat terjadi.
Singkatnya, apapun yang terjadi sikap optimisme akan menolong kita untuk segera keluar dari masalah tersebut cepat atau lambat. Kita tidak lagi disibukan oleh pencarian kambing hitam karena sesungguhnya segala yang terjadi memang sudah waktunya terjadi, selanjutnya adalah bagaimana kita mengendalikan reaksi kita atas kejadian atau peristiwa tersebut.
Bijak banget ya. Kkkk 🙂
Berdasarkan hasil survei litbang kompas, dipertengahan 2022 lalu (Kompas.com, 2022), mengungkap hal yang luar biasa, dimana 92 persen generasi Z dan milenial pada tahun 2023 akan lebih baik dari 2022. Pada survei tersebut juga mengungkap hasil yang tak kalah penting, dimana Gen-Z (berusia kurang dari 24 tahun), justru lebih optimis memandang pekerjaan mereka di tahun 2023 ini.
Hasil ini sedikit lebih baik dibanding tahun sebelumnya, dimana rilis BPS (BPS 2022) menyebutkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Gen-Z, hampir tidak mengalami perubahan, pada agustus 2022 TPT kelompok Gen-Z mencapai 20.62% sedangkan pada Agustus 2020 sebesar 20,46%, dapat dinyatakan bahwa kelompok usia tersebut menduduki porsi terbesar dalam kelompok usia produktif yang tidak memiliki pekerjaan.
Sementara survei Alvara Research Center pada Juni 2022 lalu menyebut bahwa Gen-Z di Indonesia telah mengakses internet sebesar 97,7% sedangkan Generasi Milenial mencapai 90,4%, dengan demikian 9 dari 10 orang telah mengakses internet, yang tentunya bikin melek terhadap informasi.
Karena melek informasi, tentunya tingkat pengangguran akan jauh berkurang, namun yang terjadi justru sebaliknya, malahan kelompok usia tersebut paling tinggi dalam hal tingkat pengangguran. Ada kemungkinan adanya rasa enggan untuk mengerjakan pekerjaan yang cenderung membosankan (saya menyebutnya monoton). Sangat wajar jika lebih banyak pengangguran terbuka, karena dari survei tersebut juga dinyatakan bahwa akses internet 7-10 jam sehari sebagai addicted user berkisar 13,4%, sementara itu 3% populasi mengakses internet 11-13 jam dan 3,7% lebih dari 13 jam dalam sehari.
Sekilas kita melihat bahwa sebagian pekerjaan dapat diselesaikan menggunakan internet, semoga saja ini yang dilakukan dan tidak hanya scroll layar hape atau laptop aja, melainkan melakukan sesuatu yang produktif untuk meningkatkan skill.
Daftar Pustaka:
https://www.kompas.tv/article/354838/survei-litbang-kompas-gen-z-dan-milenial-yakin-2023-tidak-gelap
Survei: Kian Muda Generasi, Penetrasi Internet Makin Tinggi (dataindonesia.id)
Resensi Buku “Sumber Kekuatan Pikiran” | kumparan.com
Optimisme – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas