Apa itu teori pecking order? Apakah Anda pernah mendengar istilah pecking order dalam konteks perilaku hewan? Atau apakah Anda sudah mengetahui dengan jelas teori ini? Jika demikian, maka tulisan ini akan membahas secara kritis tentang seluk beluk teori ini, jadi yuk kita mulai.
FYI, Pecking order merupakan hierarki sosial yang ditentukan oleh tingkat dominasi atau kekuasaan antara individu dalam suatu kelompok. Contohnya, dalam sekawanan ayam, ada ayam yang paling kuat dan paling dihormati, yang disebut ayam alfa.
Ayam alfa ini mendapatkan hak untuk memilih makanan terbaik, tempat bertelur terbaik, dan pasangan terbaik. Ayam-ayam lain harus mengikuti perintah atau aturan dari ayam alfa ini.
Kabar baiknya, pecking order gak hanya berlaku bagi hewan, namun juga bagi perusahaan. Dalam dunia finance, pecking order menjelaskan gimana perusahaan memilih sumber pendanaan untuk kegiatan operasional atau investasinya. Asumsinya bahwa perusahaan mempunyai preferensi tertentu dalam penggunaan dana internal atau eksternal.
Donaldson pada tahun 1961 pertama kali mengemukakan teori ini dan kemudian Myers dan Majluf pada tahun 1984 turut mengembangkannya. Teori ini merupakan teori yang populer dari sekian banyak teori dan banyak diteliti dalam bidang struktur modal perusahaan. Struktur modal merupakan komposisi dari hutang dan modal sendiri yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai asetnya.
Setiap teori akan selalu ada kritik dan tantangan dari teori-teori lain, seperti teori trade-off atau teori agency. Teori-teori tersebut memiliki asumsi dan implikasi yang berbeda dengan teori pecking order. Oleh karenanya, penting bagi kita untuk memahami apa itu teori pecking order, apa asumsi-asumsinya, dan juga kritik terhadap teori ini. Untuk mempersingkat waktu, yuk kita mulai pembahasannya.
Daftar isi
Definisi Teori Pecking Order
Teori ini yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki urutan preferensi dalam menggunakan sumber pendanaan. Biaya pendanaan yang harus ditanggung oleh perusahaan merupakan urutan preferensi dalam teori ini. Biaya pendanaan adalah biaya yang harus dibayar oleh perusahaan untuk mendapatkan dana dari sumber tertentu.
Menurut teori pecking order, tingkat asimetri informasi antara manajemen perusahaan dengan investor atau kreditur mempengaruhi biaya pendanaan. Asimetri informasi suatu kondisi di mana salah satu pihak memiliki informasi lebih banyak atau lebih akurat daripada pihak lain. Dalam kasus ini, investor atau kreditur kekurangan informasi dibanding manajemen perusahaan yang memiliki informasi lebih banyak atau lebih akurat tentang kondisi keuangan dan prospek perusahaan.
Ketidakpastian atau risiko investor atau kreditur merupakan dampak dari adanya asimetri informasi. Investor atau kreditur tidak dapat mengetahui apakah perusahaan tersebut sehat atau tidak, apakah proyek yang diinvestasikan menguntungkan atau tidak, atau apakah manajemen perusahaan bertindak sesuai dengan kepentingan mereka atau tidak. Oleh karena itu, guna menutupi adanya ketidakpastian atau risiko tersebut, maka investor atau kreditur akan menuntut tingkat pengembalian yang lebih tinggi.
Dengan demikian, seiring dengan meningkatnya asimetri informasi maka biaya pendanaan akan semakin tinggi. Semakin besar asimetri informasi antara manajemen perusahaan dengan investor atau kreditur, semakin tinggi biaya pendanaan yang harus ditanggung oleh perusahaan.
Urutan Sumber Pendanaan
Berikut merupakan urutan penyusunan preferensi sumber pendanaan berdasarkan teori pecking order:
Pertama, dana internal yang berasal dari laba ditahan (retained earnings) dapat digunakan oleh perusahaan. Selain memiliki biaya pendanaan paling rendah, dana internal tidak ada asimetri informasi antara manajemen perusahaan dengan dirinya sendiri.
Selain itu, biaya keagenan (agency cost) tidak timbul jika menggunakan dana internal, dan tentunya tidak menimbulkan yang merupakan biaya akibat konflik kepentingan antara manajemen perusahaan dengan pemegang saham atau pemberi hutang.
Kedua, perusahaan dapat menggunakan hutang (debt) sebagai sumber pendanaan apabila dana internal tidak mencukupi. Karena ada asimetri informasi antara manajemen perusahaan dengan pemberi hutang, maka biaya pendanaan lebih tinggi dibanding penggunaan dana internal.
Namun, hutang memiliki biaya pendanaan lebih rendah daripada modal sendiri (equity) karena hutang memiliki prioritas lebih tinggi dalam pembayaran bunga dan pokok, serta memiliki hak klaim yang lebih pasti terhadap aset perusahaan. Selain itu, hutang juga memiliki keuntungan pajak (tax benefit) yang merupakan penghematan pajak yang diperoleh perusahaan karena bunga hutang dapat dikurangkan dari laba yang dibebankan pajak.
Ketiga, perusahaan baru akan menggunakan modal sendiri sebagai sumber pendanaan terakhir, jika hutang sudah mencapai batas optimalnya. Karena ada asimetri informasi antara manajemen perusahaan dengan pemegang saham, maka modal sendiri memiliki biaya pendanaan paling tinggi.
Penerbitan saham baru (new equity) seringkali ditafsirkan sinyal negatif oleh pemegang saham, hal ini disebabkan oleh perusahaan tersebut membutuhkan dana tambahan karena kondisi keuangan atau prospeknya yang buruk. Akibatnya, pemegang saham akan menuntut tingkat pengembalian yang lebih tinggi dan menurunkan harga saham yang mereka miliki (price dilution) untuk membeli saham baru tersebut.
Asumsi Teori Pecking Order
Teori pecking order didasarkan pada beberapa asumsi, antara lain:
- Perusahaan mengikuti urutan preferensi sumber pendanaan sehingga tidak memiliki target struktur modal yang tetap. Hal ini berbeda dengan teori trade-off yang mengasumsikan bahwa perusahaan memiliki target struktur modal yang optimal yang ditentukan oleh trade-off antara keuntungan pajak dari hutang dengan biaya kebangkrutan dari hutang.
- Perusahaan menghadapi pajak yang berbeda dan biaya transaksi untuk setiap sumber pendanaan. Berbeda dengan teori Modigliani-Miller (MM) yang mengasumsikan bahwa tidak ada pajak dan biaya transaksi pada pasar modal yang sempurna.
- Perusahaan menghadapi ketidaksempurnaan pasar modal akibat adanya asimetri informasi. Berbeda dengan teori MM yang mengasumsikan bahwa tidak ada asimetri informasi dalam pasar modal yang sempurna.
- Akibat adanya konflik kepentingan antara manajemen perusahaan dengan pemegang saham atau pemberi hutang, perusahaan kemudian menanggung biaya keagenan. Hal ini berbeda dengan teori MM yang mengasumsikan bahwa tidak ada biaya keagenan dalam pasar modal yang sempurna.
Kritik Teori Pecking Order
Teori ini telah mendapat banyak kritik dan tantangan dari teori-teori lain, seperti teori trade-off atau teori agency. Beberapa kritik dan tantangan diantaranya:
- Teori ini tidak dapat menjelaskan fenomena empiris bahwa banyak perusahaan yang menggunakan modal sendiri sebagai sumber pendanaan utama mereka, bahkan ketika mereka memiliki akses mudah dan murah untuk mendapatkan hutang. Hal ini bertentangan dengan urutan preferensinya yang menyatakan bahwa perusahaan akan menggunakan modal sendiri sebagai sumber pendanaan terakhir.
- Teori ini tidak dapat menjelaskan fenomena empiris bahwa banyak perusahaan yang memiliki struktur modal yang stabil dan konsisten sepanjang waktu, bahkan ketika mereka mengalami perubahan kondisi keuangan atau investasi. Hal ini bertentangan dengan asumsi yang menyatakan bahwa perusahaan tidak memiliki target struktur modal yang tetap.
- Teori ini tidak dapat menjelaskan fenomena empiris bahwa banyak perusahaan yang melakukan penerbitan saham baru (new equity) tanpa mengalami penurunan harga saham yang signifikan. Hal ini bertentangan dengan implikasinya yang menyatakan bahwa penerbitan saham baru akan dianggap sebagai sinyal negatif oleh pemegang saham dan menyebabkan price dilution.
- Teori ini tidak dapat menjelaskan fenomena empiris bahwa banyak perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang rendah, bahkan ketika mereka memiliki kesempatan investasi yang menguntungkan. Hal ini bertentangan dengan implikasinya yang menyatakan bahwa perusahaan akan menggunakan hutang sebagai sumber pendanaan kedua setelah dana internal.
- Teori ini tidak dapat menjelaskan fenomena empiris bahwa banyak perusahaan yang memilih sumber pendanaan yang berbeda-beda tergantung pada kondisi pasar, karakteristik perusahaan, atau faktor-faktor lain. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak hanya mengikuti urutan preferensi teori pecking order, tetapi juga mempertimbangkan trade-off antara keuntungan dan kerugian dari setiap sumber pendanaan.
Kesimpulan
Teori pecking order menyatakan bahwa perusahaan memiliki urutan preferensi dalam menggunakan sumber pendanaan berdasarkan biaya pendanaan yang tergantung pada tingkat asimetri informasi. Teori ini didasarkan pada beberapa asumsi, seperti adanya asimetri informasi, tidak adanya target struktur modal, timbulnya biaya transaksi dan pajak, dan timbulnya biaya keagenan.
Teori ini mendapat banyak kritik dari teori-teori lain, misalnya dari teori trade-off atau teori agency yang memiliki asumsi dan implikasi yang berbeda serta dapat dapat menjelaskan fenomena-fenomena empiris.
Nah, demikianlah pembahasan tentang teori pecking order,semoga bermanfaat dan menambah wawasan Anda tentang dunia keuangan. Terima kasih dan sampai berjumpa dilain kesempatan.