Membedah Konsep Dasar Teori Evaluasi Kinerja Reksadana

Evaluasi kinerja reksadana merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mengevaluasi sejauh mana kinerja suatu reksadana dalam memenuhi tujuan investasi yang telah ditetapkan. Tujuan utama dari evaluasi kinerja reksadana adalah untuk membantu investor dalam memilih reksadana yang sesuai dengan profil risiko dan tujuan investasinya.

Evaluasi kinerja reksadana biasanya dilakukan dengan membandingkan kinerja reksadana dengan indeks acuan atau benchmark yang sesuai. Indeks acuan dapat berupa indeks saham tertentu, indeks obligasi, atau indeks pasar uang. Melalui perbandingan kinerja reksadana dengan indeks acuan, investor dapat mengetahui seberapa baik reksadana tersebut dapat menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan pasar pada umumnya.

Selain itu, evaluasi kinerja reksadana juga dapat memberikan informasi kepada investor tentang risiko yang terkait dengan investasi pada reksadana. Misalnya, dengan melihat kinerja reksadana dalam situasi pasar yang berbeda, investor dapat mengetahui seberapa besar risiko yang harus ditanggung ketika berinvestasi pada reksadana tersebut.

Dalam melakukan evaluasi kinerja reksadana, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain metode return, metode risk-adjusted return, dan metode pengukuran risiko. Setiap metode memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri, dan pilihannya tergantung pada kebutuhan dan tujuan investor dalam mengevaluasi kinerja reksadana.

Singkatnya, evaluasi kinerja reksa dana adalah suatu proses untuk mengukur seberapa baik sebuah reksa dana mengelola portofolio investasinya dan memberikan keuntungan bagi para investor. Evaluasi kinerja reksa dana dapat dilakukan dengan berbagai metode, namun yang paling umum digunakan adalah metode pengukuran kinerja yang disesuaikan dengan risiko (risk-adjusted performance measurement).

 

Daftar isi

Metode Pengukuran Kinerja Reksa Dana

Metode pengukuran kinerja yang disesuaikan dengan risiko ini bertujuan untuk mengukur keuntungan atau pengembalian yang diperoleh oleh reksa dana, dengan mempertimbangkan risiko yang diambil oleh manajer investasi untuk mencapai keuntungan tersebut. Beberapa metode pengukuran kinerja yang disesuaikan dengan risiko yang sering digunakan adalah:

 

1.Sharpe Ratio

Sharpe ratio adalah salah satu metode pengukuran kinerja reksa dana yang paling umum digunakan. Metode ini mengukur tingkat pengembalian portofolio investasi dalam hubungannya dengan risiko yang diambil. Semakin tinggi Sharpe ratio, semakin baik kinerja reksa dana tersebut.

Singkatnya, Sharpe ratio adalah rasio pengukuran return investasi yang diperoleh per unit risiko yang diambil. Rasio ini dibuat oleh William F. Sharpe dan digunakan untuk mengukur kinerja investasi dengan mempertimbangkan risiko yang diambil.

Baca juga  Apa itu Enterprise Value (Nilai Perusahaan), Cara Menghitung dan Interpretasinya!

Dalam pengertian sederhana, Sharpe ratio adalah rasio antara excess return (return investasi dikurangi dengan tingkat suku bunga bebas risiko) dan standard deviation dari excess return tersebut. Rasio ini menghitung berapa banyak excess return yang diperoleh per unit risiko yang diambil.

Rumus perhitungan Sharpe ratio adalah sebagai berikut:

Sharpe Ratio = (Rp – Rf) / σp

di mana:

Rp adalah return portofolio

Rf adalah risk-free rate, yaitu tingkat pengembalian investasi tanpa risiko seperti deposito atau obligasi pemerintah

σp adalah standar deviasi (deviation) dari portofolio

Nilai Sharpe ratio menunjukkan rasio antara keuntungan yang dihasilkan oleh portofolio dengan risiko yang diambil untuk menghasilkan keuntungan tersebut. Semakin tinggi nilai Sharpe ratio, semakin baik kinerja portofolio, karena menunjukkan bahwa portofolio dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar dengan risiko yang lebih rendah.

Contoh perhitungan, jika suatu investasi memiliki excess return sebesar 10% dan standard deviation excess return sebesar 20%, sedangkan suku bunga bebas risiko adalah 5%, maka Sharpe ratio-nya adalah (10% – 5%) / 20% = 0,25. Semakin tinggi Sharpe ratio, semakin baik kinerja investasi tersebut karena return yang dihasilkan lebih tinggi daripada risiko yang diambil.

 

2.Treynor Ratio

Treynor ratio adalah metode pengukuran kinerja reksa dana yang mengukur pengembalian yang dihasilkan oleh reksa dana, dengan mempertimbangkan risiko sistematis yang diambil oleh manajer investasi.

Jadi, Treynor Ratio merupakan salah satu rasio pengukuran kinerja investasi yang dibuat oleh Jack Treynor. Rasio ini digunakan untuk menilai return yang dihasilkan oleh sebuah portofolio investasi dalam hubungannya dengan risiko sistematis (risiko pasar) yang terkait dengan portofolio tersebut.

Treynor Ratio dihitung dengan membagi selisih antara return portofolio dan tingkat pengembalian bebas risiko (risk-free rate) dengan beta portofolio. Beta portofolio mengukur sensitivitas portofolio terhadap pergerakan pasar.

Rumus Treynor Ratio:

Treynor Ratio = (Rp – Rf) / Beta

dimana:

Rp = Return portofolio

Rf = Tingkat pengembalian bebas risiko (risk-free rate)

Beta = Beta portofolio

Semakin tinggi Treynor Ratio, semakin baik kinerja portofolio karena menunjukkan bahwa portofolio tersebut memberikan return yang lebih tinggi dibandingkan dengan risiko sistematis yang diambil. Namun, Treynor Ratio tidak memberikan informasi tentang risiko tidak sistematis atau risiko spesifik yang terkait dengan portofolio. Oleh karena itu, rasio ini sebaiknya digunakan bersama-sama dengan rasio kinerja lainnya seperti Sharpe Ratio dan Jensen’s Alpha.

Berikut ini adalah contoh perhitungan Treynor Ratio:

Misalkan seorang investor memiliki portofolio dengan return sebesar 12% dan beta sebesar 1,5, sementara tingkat suku bunga bebas risiko saat ini sebesar 5%. Maka, Treynor Ratio dapat dihitung sebagai berikut:

Treynor Ratio = (Return Portofolio – Tingkat Suku Bunga Bebas Risiko) / Beta

= (12% – 5%) / 1,5

= 4,67

Jadi, Treynor Ratio pada contoh tersebut adalah sebesar 4,67. Dengan nilai yang positif menunjukkan bahwa portofolio tersebut memberikan excess return (return yang lebih tinggi dari tingkat suku bunga bebas risiko) yang cukup signifikan dibandingkan dengan risiko (beta) yang diambil. Semakin tinggi Treynor Ratio, semakin baik kinerja portofolio dalam menghasilkan excess return per unit risiko yang diambil.

 

3.Jensen Alpha

Jensen Alpha adalah metode pengukuran kinerja reksa dana yang mengukur pengembalian yang dihasilkan oleh reksa dana, dengan mempertimbangkan risiko sistematis dan nonsistematis yang diambil oleh manajer investasi. Metode ini juga mempertimbangkan efek dari pasar secara keseluruhan, dan membandingkan pengembalian yang diharapkan dengan pengembalian aktual.

Jensen Alpha adalah ukuran kinerja portofolio investasi yang ditemukan oleh Profesor Michael Jensen. Jensen Alpha mengukur tingkat pengembalian portofolio investasi yang dihasilkan setelah memperhitungkan risiko sistematis (risiko pasar).

Secara sederhana, Jensen Alpha dapat dianggap sebagai tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh portofolio investasi melebihi tingkat keuntungan yang diharapkan, yang dapat diperoleh dengan menghitung tingkat pengembalian portofolio pada risiko pasar yang sama.

Jensen Alpha mempertimbangkan faktor risiko dan nilai beta dari portofolio investasi, serta tingkat pengembalian yang diharapkan dari pasar. Dalam penghitungan Jensen Alpha, tingkat pengembalian portofolio dibandingkan dengan tingkat pengembalian yang diharapkan berdasarkan model pengukuran risiko tertentu.

Jika Jensen Alpha bernilai positif, maka portofolio investasi dianggap menghasilkan keuntungan yang lebih besar daripada yang diharapkan, sedangkan jika bernilai negatif maka portofolio investasi dianggap menghasilkan keuntungan yang lebih kecil daripada yang diharapkan.

Dalam praktiknya, Jensen Alpha sering digunakan dalam industri investasi untuk mengevaluasi kinerja manajer portofolio. Nilai positif Jensen Alpha menunjukkan bahwa manajer portofolio mampu menghasilkan keuntungan yang lebih besar daripada pasar secara keseluruhan, sedangkan nilai negatif Jensen Alpha menunjukkan bahwa manajer portofolio dianggap tidak menghasilkan keuntungan yang diharapkan dengan risiko yang diambil. Namun, perlu diingat bahwa Jensen Alpha bukanlah satu-satunya ukuran kinerja portofolio investasi dan perlu digunakan bersama dengan ukuran kinerja lainnya.

Baca juga  Membedah Teori Sinyal dan Cara Mengaplikasikan dalam Investasi

Rumus perhitungan Jensen’s Alpha adalah sebagai berikut:

Jensen’s Alpha = R(i) – [R(f) + beta(R(m) – R(f))]

Keterangan:

R(i) = return portofolio reksadana

R(f) = risk-free rate (tingkat pengembalian investasi bebas risiko)

beta = beta portofolio reksadana

R(m) = return pasar (misal: IHSG)

Dalam rumus di atas, [R(f) + beta(R(m) – R(f))] menunjukkan expected return (tingkat pengembalian yang diharapkan) dari portofolio berdasarkan risiko pasar. Jadi, jika Jensen’s Alpha-nya positif, itu menunjukkan bahwa portofolio reksadana menghasilkan pengembalian yang lebih tinggi daripada yang diharapkan berdasarkan risiko pasar, yang berarti manajer investasi dapat dianggap sukses dalam menghasilkan alpha (return yang lebih tinggi dari yang diharapkan berdasarkan risiko pasar). Sebaliknya, jika Jensen’s Alpha-nya negatif, itu menunjukkan bahwa portofolio reksadana menghasilkan pengembalian yang lebih rendah daripada yang diharapkan berdasarkan risiko pasar, yang berarti manajer investasi tidak berhasil dalam menghasilkan alpha.

Berikut adalah contoh perhitungan Jensen Alpha:

Misalkan sebuah portofolio investasi memiliki return r_p sebesar 12%, sedangkan benchmark return (r_b) sebesar 10%. Selain itu, diberikan pula nilai risk-free rate (rf) sebesar 3%, serta beta (β) portofolio investasi tersebut sebesar 1,2. Maka:

Expected return (r_e) = rf + β(r_b – rf)

r_e = 3% + 1,2(10% – 3%) = 10,8%

Jensen Alpha (α) = r_p – [rf + β(r_b – rf)]

α = 12% – [3% + 1,2(10% – 3%)] = 1,8%

Dalam contoh ini, nilai Jensen Alpha sebesar 1,8% menunjukkan bahwa portofolio investasi tersebut menghasilkan return yang lebih baik daripada yang seharusnya diberikan risiko sistematis (dinyatakan oleh beta) dan tingkat risiko bebas risiko (risk-free rate). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa manajer investasi berhasil menghasilkan alpha yang positif dan berhasil mengungguli kinerja benchmark.

Selain metode pengukuran kinerja di atas, terdapat pula metode pengukuran kinerja lainnya seperti Information Ratio, Sortino Ratio, dan M2 Measure. Pemilihan metode pengukuran kinerja yang tepat akan membantu para investor dalam memilih reksa dana yang memiliki kinerja yang baik dan konsisten.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *